Nama : Sulistiono
Tempat, tanggal lahir : Klaten, 23 Juni 1980
Pendidikan terakhir : Sarjana Ekonomi (S1) dari Universitas Brawijaya Malang
Profesi : Editor di Tribun Jogja.
Sulistiono,
seorang editor di Tribun Jogja kelahiran Klaten, 23 Juni 1980. Ia meraih gelar
sarjana ekonomi dari Universitas Brawijaya Malang. Sulistiono mengawali karir
sebagai wartawan pada tahun 2001 di Harian Kriminal Meteor, namun hanya selama
1,5 bulan saja. Kemudian ia pindah dan bekerja jadi wartawan di Media Indonesia
(2001-2010). Dan semenjak November 2010
ia pindah ke Tribun Jogja dan menjabat sebagai editor di sana. Selama karirnya
sebagai wartawan, Sulistiono pernah menjuarai ajang lomba tulisan antar
wartawan se-Indonesia dan berhasil menjadi juara 2 dan pernah juga menjadi
juara 3. Sederet prestasi yang diraih oleh Sulistiono membuat ia pindah ke
Tribun Jogja sampai saat ini.
Keberhasilan
yang diraih oleh Sulistiono, tidak semudah yang orang lain bayangkan.
Penghasilan awal yang didapat pada tahun
2001 yang hanya Rp 300.000. membuat dirinya harus berhemat dan berjuang agar
tetap menjalankan pekerjaan sebaik mungkin. Selama menjadi wartawan, mencari
berita merupakan prioritas utama. Meskipun harus bangun jam setengah 3 pagi,
tidak mandi, jalan kaki, menunggu bis sampai berjam-jam, perjalanan yang
melelahkan, dan pulang sore. Semua itu sudah biasa dan tetap Ia jalani. Pengalaman mencari berita yang sampai saat
ini tidak Ia lupakan yaitu ketika Ia harus pergi liputan ke Banyumas. karena di
sana warnet masih terbatas hanya ada tiga warnet, itu pun jaraknya berjauhan,
Ia harus rela kehabisan ongkos dan harus jalan kaki berjam-jam demi mengirim
berita.
Wartawan
merupakan cita-cita Sulistiono sejak kecil, Ia tertarik menjadi wartawan
berawal ketika Ia suka menonton acara Dunia Dalam Berita yang ditayangkan TVRI.
dan ketemu bentuknya sejak kuliah. Ketika kuliah Jurusan ekonomi, Sulistiono
selalu aktif di pers mahasisiwa 1998. Dari Pers Mahasiswalah Ia selalu membaca,
dan belajar bagaimana membuat berita yang baik. ketika sudah lulus, Ia
membulatkan tekadnya untuk menjadi wartawan.
Intinya,
untuk mengawali karir menjadi wartawan tidak hanya perlu menguasai hard skill
(bisa menulis, menguasai seni wawancara, dan mampu menguasai seni engel berita).
Tetapi seorang wartawan harus punya soft skill, yaitu harus bisa bertahan hidup
sebagai jurnalis dengan keterbatasan yang ada. Semua itu bisa didapat dengan
cara terus mencoba dan terus belajar. Dan setiap hambatan harus dihadapi dengan
kesabaran.
Sadar
bahwa kontribusinya masih kurang, Sulistiono berkesempatan untuk mencari dan
meneliti sebuah isu-isu politik pada tahun 2009. Bersamaan dengan itu,
Sulistiono mewawancarai peneliti dari UGM. Dampak ketika Ia menulis kebobrokan
DPT (Data Pemilih Tetap) pemilu 2009, yaitu apa yang Ia tulis menjadi referensi
para calon legislative beserta tim suksesnya dan para calon presiden dalam
menggarap isu-isu politik.
Sekarang,
setelah Sulistiono menjadi editor Tribun Jogja. Ia tidak perlu mencari berita
dan liputan lagi. Ia hanya perlu duduk dan menerima berita yang datang dari
wartawan. Kerjanya hanya mengedit berita tersebut. kalau ada berita yang kurang
ditambahin. Kalau ada bahasa yang salah dibenerin, kalau ada tata bahasa yang
kurang lengkap dilengkapi, dan kalau ada narasumber yang kurang, tinggal
meminta wartawan untuk melengkapinya. Setelah itu semua selesai, tugas
Sulistiono selesai. Selanjutnya berita tinggal diserahkan kepihak layout untuk
dicetak.
Namun,
jabatan sebagai editor harus dibarengi dengan tanggungjawab yang tinggi, karena
seorang editor harus membawahi beberapa wartawan. Kadang-kadang dalam
pelaksanaannya terkendala dalam
kelapangan sehingga target tak tercapai. Itu semua oleh Sulistiono harus
diselesaikan, dan yang penting itu semua dijalani sesuai prosedur yang ada,
serta selalu berkoordinasi dengan editor-editor yang lain. Karena setiap hari
selalu dikontrol oleh atasan, menuntut Sulistiono harus bekerja secara
professional tiap waktu.
Tribun
Jogja yang bermarkas di Jalan Jenderal Sudirman 52
Yogyakart itu, mempunyai konsep unik yang membuatnya berbeda dengan
media masa yang lain. Tribun Jogja bukan Koran harian murni, tetapi Koran
mingguan yang dihariankan. Konsep besarnya yaitu perpaduan antara Koran harian
dan majalah. Selain itu, Koran Tribun Jogja juga mengusung konsep mikro people yaitu lebih menonjolkan
dramanya atau mendramatisasi sesuatu yang menarik dari sebuah peristiwa. Dan
itu semua didukung dengan grafis-grafis yang menarik.
Sekarang
yang zamannya sudah serba digital, Tribun Jogja tidak hanya mengeluarkan Koran
offline. Namun untuk mengimbangi pasar, Tribun Jogja juga sudah mengeluarkan TribunJogja.com. itu semua merupakan
strategi agar Tribun Jogja lebih dekat dengan masyarakat.
Dengan
banyaknya media masa yang sudah digital, menurut Sulistiono itu merupakan
kemajuan yang positif. Karena tidak hanya akan menguntungkan perusahaan. Tetapi
itu semua akan menjadi lapangan pekerjaan yang produktif bagi wartawan-wartawan
yang akan datang. untuk lebih kreatif dalam mengimbangi laju teknologi global.
Untuk
itu, Sulistiono berpesan kepada para mahasiswa yang ingin menjadi wartawan.
Untuk lebih kreatif lagi dan mampu melihat peluang dalam membuat berita. Manfaatkanlah
kesempatan kuliah untuk mengasah kemampuan menulis dan mewawancara. Karena dari
pengalaman itulah kamu akan lebih mudah ketika sudah terjun langsung menjadi
wartawan.
Pewawancara : Budi Haryadi
NIM : 13730012
“Di Balik Koran yang bagus, ada seorang editor yang hebat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar